Taqdir dan Kesalahan

Adakah salah jika Adam memakan buah Khuldi sehingga Ia dikeluarkan dari syurga ke bumi?
Bukankah kamu tahu jika Adam memang di takdirkan untuk menjadi khalifah di bumi?
Sehingga Ia dengan memakan dan tidak memakan Khuldi, ia akan tetap ke bumi?
Adakah Ia salah hingga mendapat hukuman meninggalkan ni'mat syurga kepada kerusakan bumi?
Bukankah itu memang Taqdir Adam?
Tidak bersalahkah Adam?
Atau kau hendak menyalahkan Allah?

Adakah salah Iblis ketika membangkang Allah ketika disuruh bersujud?
Adakah salah Iblis sehingga ia di rajam oleh Allah karena kesombongannya?
Bukankah Ia dengan Sombong dan Tidak Sombong akan tetap mendapat Rajam karena Taqdir Iblis?
Sebagai bentuk bahasa lain, jika kita membicarakan taqdir dengan kesalahan ini.
Jika Iblis ditaqdirkan untuk menjadi pembangkang,
Lalu ia membangkang atas perintah Allah,
bukankah dia membangkang adalah bentuk ketaatan Iblis kepada Allah karena menjalani Taqdirnya?

Jika Adam ditaqdirkan untuk menjadi khalifah di bumi.
Lalu ia diturunkan Allah karena memakan buah terlarang.
bukankah dia memakan buah terlarang dan turun ke bumi adalah bentuk ketaatan karena menjalani taqdirnya?

Tidak.
TIDAK.
Tugas kita adalah ikhtiar untuk menjadi semakin baik.
Bukan ketika kita menjadi buruk kemudian kita menyerah dan mengatakan "Ini taqdirku"
Bukan ketika kita menjadi pecandu narkoba, lalu kau katakan, "Ini takdirku"
Tapi ketika kau berusaha dan gagal,
maka tetap berusahalah dan berdoalah untuk mengejar taqdirmu dan memperbaiki taqdirmu.
Share:

Islam | Jawa | Nusantara

Menurut Pak Agus Purwanto, penulis buku "Ayat-Ayat Semesta" dan "Nalar Ayat-Ayat Semesta"; Hubungan Islam dan sains itu terbagi menjadi tiga yaitu;
-Islamisasi Sains
-Saintifikasi Islam dan
- Sains Islam; itu sendiri.

Lalu bagaimana dengan Islam dengan Jawa. Adapun Prosesnya ada dua menurut kiai yang terkenal dengan "Qulhu wae lek", yaitu ; Menjawakan Islam lalu Mengislamkan Jawa.
Belum lagi ada seorang tokoh EAN, atau Cak Nun mengatakan islam itu memang cocok dengan jawa, jadi wajar kalau ada Islam jawa.

Menurut saya pribadi, Hubungan Islam dengan Jawa ada 4;
- Jawaisasi Islam (Menjawakan Islam), posisi ini agaknya akan rancu ketika dalam Jawa tidak ada suatu padanan untuk suatu term dalam Islam sehingga harus dicocokkan dengan kondisi Islam dan Jawa. Namun beruntungnya kosa-kata dalam Jawa cukup luas. dan Pada Faktanya, Masyarakat Jawa tidak menabrakkan seperti teori di atas. Dimana masyarakat Jawa lebih menggunakan padanan Islam untuk term yang tidak ada dalam padanan Jawa Seperti Adil, Adab, Musyawarah dan sebagainya.

Belum selesai nulisnya. :)
- Islamisasi jawa.

- Jawa Islam.

- Islam Jawa.
Share:

Hening | Kenangan 2004

Ini adalah puisi yang saya baca di tahun 2004 lalu,,,
Sehingga saya lupa dengan pengarangnya,,
Mungkin ada yang masih ingat?


"Langkah-langkah itu hadir….
Tersenyum membuka pintu….
Menyapa sedikit kata….
Dan akhirnya terdampar di kursi rotan….
Hening….
Sepi….
Tanpa suara….
Naluri bergejolak menyimpan sesuatu….
Ku tatap jatuhnya dahan….
Ku coba, ku cari dan ku pungut cerita….
Namun sering kali hilang di telan ilusi…."

Sumber: http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2013/06/20/hening-570745.html
Share:

MENGAKHIRKAN WAKTU SHALAT ASHAR


Di suatu hari seorang mahasiswa menemukan sebuah selebaran buletin yang diantaranya bertuliskan,
"
حافظ على العصرين
“(Kalau begitu) Jagalah al-‘ashrayn”

(Berkata Fadhaalah)

وما كانت من لغتنا فقلت : وما العصران ؟ فقال
Dan tidaklah istilah tersebut termasuk dalam bahasa kami, maka aku tanyakan: “Apakah ashrayn itu?”, Maka beliau bersabda:

صلاة قبل طلوع الشمس وصلاة قبل غروبها
Shalat sebelum matahari terbit (shubuh/fajar) dan shalat sebelum terbenamnya (ashar)

[HR Abu Daud, al haakim dll; dinilai shahih oleh al Albaaniy]

Berkata al ‘Iraaqiy (yang membawa penafsiran al bayhaqiy tentang hadits diatas; yang dikatakannya sebagai penafsiran paling baik tentang hadits diatas)

حافظ عليها بأول أوقاتها فاعتذر بأشغال مقتضية لتأخيرها عن أولها فأمره بالمحافظة على الصلاتين بأول وقتهما
(Nabi memerintahkan untuk) menjaganya (yaitu shalat) di awal waktunya. Maka beliau memberi keringanan untuk mengakhirkannya (yaitu menundanya) dari awal waktunya, jika disebabkan kesibukan yang penting, yang tidak bisa ditinggalkan. Kemudian beliau memerintahkan untuk (tetap) menjaga dua shalat (yaitu shubuh dan ashar) diawal waktunya.

Berkata ibnu Hibbaan dalam shahiihnya:

إنما أمره بالمحافظة على العصرين زيادة تأكيد للأمر بالمحافظة على أول وقتهما
Sesungguhnya perintah untuk menjaga shalat shubuh dan shalat ashar, adalah tambahan penekanan dari perintah menjaga shalat diawal waktunya untuk kedua shalat tersebut.......Jika para jama’ah bisa berkumpul dan tidak keberatan untuk mengakhirkan sholat ‘Isya, maka mengakhirkan sholat ‘Isya sebelum pertigaan malam terakhir adalah lebih utama. Dasarnya adalah hadist Aisyah ra :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أَعْتَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي وَفِي حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ لَوْلَا أَنَّ يَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي

"Dari Aisyah ra ia bercerita, "Pada suatu malam, Nabi saw tidak tidur sampai seluruh malam berlalu dan sampai jama'ah masjid tertidur, kemudian beliau keluar dan mengerjakan shalat seraya bersabda, "Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya', seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku." (HR. Muslim)......."


Pada saat yang lain dia tengah dalam acara di sebuah desa. Maka didapatinya, Adzan Ashar di daerah itu berkumandang sekitar pukul empat sore hingga setengah lima. Maka dia menanyakan kepada sesepuh di desa tersebut, mengapa sebuah keterbalikan dari yang pernah dibacanya.

Maka jawaban sesepuh itu adalah, " Jika shalat Ashar pada awal waktu tidak memberatkan warga desa ini, maka yang demikian lebih aku sukai."
Share:

Ajining Raga Saka Busana

Awalnya aku berpikir,
untuk apa perempuan-perempuan itu berpakaian tapi ketat.
untuk apa perempuan-perempuan itu berpakaian tapi transparan.
untuk apa perempuan-perempuan itu berpakaian?

Hingga dalam sebuah perjalanan ku dapati.
bahwa berpakaian adalah simbol.
berpakaian adalah identitas.
itu sebabnya dalam islam di atur.
itu sebabnya dalam adat ketimuran (Jawa) diatur.
bagaimana pakaian lelaki perjaka.
bagaimana pakaian lelaki beristri.
bagaimana pakaian lelaki jelata.
bagaimana pakaian lelaki ningrat.
dan begitu pula dengan perempuan.

bahkan kini,
bagaimana golongan A berpakaian.
bagaimana golongan B berpakaian.
bagaimana golangan C berpakaian, dan seterusnya.
tanpa sengaja, tanpa sebuah aturan baku.
menjadi identitas dari golongan-golongan tersebut.

Beruntunglah mereka Al Ghuraba.
Share:

Nasehat | Ilmu Agama | Ilmu lainnya

Khatib (Ust Tri Lasanto) di Masjid Nurul Barokah siang ini menyampaikan beberapa nasehat untuk para penuntut Ilmu.
- Ketika seorang berilmu meninggalkan bidangnya, seolah ia meninggalkan posnya dalam shof komando, sehingga pos tersebut kosong dan berakibat fatal.
- Menuntut ilmu agama adalah kebaikan, namun menuruti kemauan orang tua agar segera selesai dalam bidang ilmunya juga sebuah kebaikan.
- Menuntut ilmu agama tak cukup di targetkan satu atau beberapa tahun, bahkan berpuluh tahun, maka sebaiknya tidaklah terburu untuk menyampaikan ini itu, hingga cukup ilmunya.

Tambahan Nasehat dari Imam Syafi'i :"Saudaraku, ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan rinciannya: (1) kecerdasan, (2) semangat, (3) bersungguh-sungguh, (4) dirham (kesediaan keluarkan uang), (5) bersahabat dengan ustadz, (6) memerlukan waktu yang lama.”
Share:

Kaidah Persatuan Ummat

Adapun kaidah-kaidah untuk menyusun kekuatan ummat dalam sebuah perselisihan adalah:
- Kebenaran dikenal melalui hakikat dan esensinya, bukan dari tokohnya,
- Tiada manusia maksum kecuali para nabi,
- Bersalah bukan berarti berdosa,
- Yang salah tidak boleh diikuti,
- Perbedaan pendapat tidak harus menyebab permusuhan,
- Kesalahan dinilai berdasara tingkatnya,
- Adil meilai kawan dan lawan,
- Kezhaliman tidak menghapus ukhuwah islamiah,
- Berpisah harus dengan alasan syar'i

dan untuk menjalin aliansi sesama aktivis Islam:
- Kesatuan pada pokok-pokok agama,
- Munculnya kelompok-kelompok untuk saling menguatkan, bukan saling bermusuhan,
- Menyikapi perbedaan dengan metode salafush shaleh.
Share: