Soleboh | Tapa Brata Bidngah

"Boh bukannya kamu ini beragama Islam" Ungkap Bendol penasaran.
"Ya, lantas?" sahut soleboh
"Lalu kenapa kamu menjalani laku bertapa? Islam kan bukan mensyariatkan itu"
"Ndol, kamu tahu tidak apa yang saya lakukan?"
"Hla nek weruh ya aku tidak tanya."
"Yang tak lakukan itu sesuai dengan yang diajarkan oleh guruku, Kiai Sahid, beliau yang memerintahkanku untuk menjalani Laku Tapa Brata."
"Panutan kita uswah kita lak bukan Kiai Sahid, Boh?" Bendol menyela.
"Sik to sing sabar, tak coba jelaskan, Laku Tapa Brata itu bukan bertapa di goa-goa itu. Andaikan Islam itu membolehkan kita lari dari kekonyolan dunia, Kelucuan polah Adipati Nurwantoro, mungkin saya akan menjalani Tapa Nyepi. Tapi tidak demikian, Laku Tapa Brata ini juga sekaligus Tapa Ngrame, Jajah Desa Milang Kori, artinya kita harus eksplor kemampuan kita untuk tetap melangkah dan menjadi solusi untuk setiap masalah yang kita temui dimanapun kita melangkah, dan dimanapun itu kita tetap bertindak sebagai Khalifah fil Ardh, dan Tapa Brata itu juga berarti Berpuasa, berpuasa dari syahwat, bantal guling, kursi, berpuasa untuk menjadikan diri yang semakin waskita, tidak berharap mendapat atas apa yang kita lakukan."
"Oh, Laku Tapa Bratamu itu begitu, apa kalau Laku seperti itu nanti tidak dianggap bidngah?."
"Saya fikir untuk masa-masa ini, Bidngah belum tenar, belum trend di masyarakat kita, hanya kaum yang ngaji saja yang paham masalah bidngah, tapi beliau para kiai saya yakin paham dengan Laku ini."
"Saya berfikir, 400 tahun lagi, bidngah ini tidak hanya dikenal oleh para kiai, bahkan tukang becak saja bisa saling membidngahkan. dan itu terjadi di jamanku Boh" Sahutku
Share: