Maaf. ini jawabannya


Jawabanku yang salah. Ternyata bukan itu yang seharusnya aku katakan padanya. Yah mengenai pertanyaan kawanku tentang rasa lelah dengan kegiatan sehari-harinya. Seperti yang pernah aku tulis dalam blog ini yang dari kawanku.
Setelah aku dapatkan bulletin langgananku. Bulletin Mutiara Islamy kudapati jawaban yang seharusnya aku sampaikan padanya. Dan jawaban inilah yang ku rasa sebagaiu jawaban paling tepat dari pertanyaan itu.
“Berdoalah”. Inilah yang seharusnya aku sampaikan padanya, sebelum aku katakan agar dia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kegiatan baru yang menjadi tugasnya. Berdoa adalah hal terpenting dalam hidup. Karena usaha tanpa doa itu hasilnya tidak akan memuaskan hati kita. Dan doa tanpa usaha itu adalah sesuatu yang mungkin namun mustahil. Semua yang terjadi dalam hidup ini ada di tangan Allah.
Kawan jangan berhenti berharap dan memohon pada Allah semata. Karena haya Allahlah yang memegang hak atas dirimu dan mengetahui hidup dan matimu. Jangan memohon pada selainnya. Bersihkan hati dari syirik. Jangan berhenti berusaha untuk menggapai impian anda. Karena usahalah satu-satunya jalan yang mampu menhubungkan mu dengan Selamatnya dirimu di masa depan. Ingat Ikhtiyar dan Tawakaltu ‘ala Allah. Wallahu a’lamu bishowab.
Maaf Akh.
Share:

selepas kau pergi

Belum ada lagi yang mau berangkat pagi demi membersihkan kotoran kotoran walet yang bersarang dalam mihrab imam di masjid sekolahku. Mereka yang dulu datang tiap pagi untuk sekadar membereskan, sekadar merapikan, dan menjaga kebersihan masjid ini tak lagi di sini.
Kedua akhwat itu kini belum ada penggantinya, memang pekerjaan sepele, sampai-sampai mereka tadak mau dipuji karena yang mereka lakukan itu.
Sekarang harapanku tinggal berdoa dan berharap semoga Allah mengirim pengganti mereka. Yang ikhlas datang tiap pagi langsung menuju masjid. Dan menjadikan masjid sebagai basecamp nereka. Untuk belajar, dan berdiskusi bersama. أمين يا رب ألعلمين
Share:

Ada Adzan,, Hormat Grak !


Sebuah keadaan yang sering membuat saya berfikir berkali-kali. Sebuah keadaan yang sering membuat saya bingung. Sebuah keadaan yang juga sering membuat saya tertawa dalam hati. Aneh memang keadaan ini menurutku.
Sering kali saya melihat sebuah fenomena janggal ini. Aku berfikir kenapa panggilan ini hanya sekedar untuk dihormati. Bukankah sebenarnya panggilan ini untuk dilaksanakan? Malahan dalam acara keagamaan Islam pun saya mendengar panggilan ini.
Yang mereka lakukan buakn berhenti dari aktivitasnya dan melaksanakan panggilan ini. Imam acara ini malah berkata “Mohon hening sejenak untuk menghormati suara adzan.” Seorang imam saja bilang begitu. Bagaimana dengan yang masih awam dengan maksud dan tujuan adzan. Tentu mereka akan lebih pilih diam untuk sejenak menghormati suara adzan daripada melaksanakan Shalat tepat pada waktunya.
Mengerikan….
Kegiatan terakhir yang terjadi adalah saat saya ada acara dengan anak-anak Pramuka di sekolah. Saat itu semua anak riuh dalam acara persiapan untuk api unggun yang sudah dimulai sejak ba’da maghrib. Tak asdar sampai sudah ada panggilan adzan terdengar di beberapa masjid dekat sekolah. Terdengar sebuah intruksi agar semua diam. Terceploslah dari mulut tak terkunci ini pertanyaan pada mereka. Kenapa kita harus berhenti kegiatan hanya untuk mendengarkan adzan? Kenapa kita membuang waktu saja ? kenapa kita tidak meneruskan kegiatan ( yang saat itu tinggal butuh waktu tiga menitan untuk menyelesaikannya ) ini hingga selesai dan kita berburu pada melaksanakan sholat tepat waktu. Atau kenapa kita tidak meninggalkan lapangan untuk melaksanakan shalat dulu. Untuk selanjutnya di selesaikan ba’da ashar. MENGAPA (TANDA TANYA BUESUAR AMAT SANGAT BUANGET ? )
Maloah ada seorang teman yang non muslim menjawab pertanyaanku. dia juga bingung dengan apa yang kami lakukan dengan hanya sekedar mendengar seruan shalat.
Bukankah bsaat kita mendengar adzan tidak di ajarkan untuk diam. Malah kita diajarkan untuk berucap, sebagaimana hadist ini. “Abu Sa'id al-Khudri mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, ‘Apabila kamu mendengar azan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin (orang yang mengumandangkan azan) itu.’”
Bahkan bicara saat ada adzan pun bolehkan. Berikut hadist yang turut menjelaskan hal ini, “Sulaiman bin Shurad berbincang-bincang sewaku ia mengumandangkan azan.
Hasan berkata, "Tidak apa-apa kalau muadzin tertawa sewaktu mengumandangkan azan atau iqamah."
342. Abdullah bin Harits (anak paman Muhammad bin Sirin 1/216) berkata, "Ibnu Abbas pernah berkhutbah di hadapan kami semua pada suatu saat hujan berlumpur. Ketika muadzin mengumandangkan azan sampai pada lafaz, 'Hayya 'alash shalaah', maka Ibnu Abbas menyuruh orang yang azan itu supaya berseru, Ash-shalaatu fir-rihaal 'Shalat dilakukan di tempat kediaman masing-masing!'.' (Dalam satu riwayat: Ibnu Abbas berkata kepada muadzinnya pada hari hujan, "Apabila engkau selesai mengucapkan, 'Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, maka janganlah kamu ucapkan, 'Hayya 'alash shalaah', tetapi ucapkanlah, "Shalluu fii buyuutikum"). Maka, orang-orang saling melihat satu sama lain (seakan-akan mengingkari tindakan Ibnu Abbas itu 1/163). Ibnu Abbas berkata, "Tampaknya kalian mengingkari perbuatan ini? Hal ini sudah pernah dilakukan oleh orang yang jauh lebih baik daripada muadzinku ini (dan dalam satu riwayat: daripada aku, yakni orang yang lebih baik itu adalah Nabi saw.). Sesungguhnya shalat (dalam satu riwayat: Jumatan) itu adalah sebuah ketetapan, tetapi aku tidak suka mengeluarkan kalian (dan dalam satu riwayat: Saya tidak ingin mempersalahkan kalian, sehingga kalian datang sambil berlumuran tanah. Dalam satu riwayat: lantas kalian berjalan di tanah dan lumpur) seperti ke ladang kalian.'".
Wallahu a’lam bishawab
Share: