Untung Berlimpah, Modal Sedikit Kebaikan


Sempat terlintas dalam benak diri bahwa orang yang berbuat kebaikan, lalu Allah segera membalas kebaikan orang tersebut namun dengan balasan yang super berlipat adalah cara Allah membalas amal orang tersebut di awal. Namun di akhir, orang tersebut akan tidak mendapatkan nikmat yang telah ia dapat selama ini. Atau di akhir hayatnya ia akan berbuat kesyirikan atau kemungkaran, sehingga tiada pengampunan baginya karena kebaikannya sudah di balas di awal. Dan Adzab Allah yang dia dapat.
Cermati Hadist berikut !
Dari Anas r.a., berkata:”Rasulullah s.a.w. bersabda :” Jikalau Allah menghendaki  kebaikan pada seseorang hambaNya, maka ia mempercepatkan suatu siksaan -penderitaan- sewaktu di dunia, tetapi jikalau Allah menghendaki keburukan pada seseorang hambaNya, maka orang itu dibiarkan sajalah dengan dosanya, sehingga nanti akan dipenuhkan balasan -siksaan- hari kiamat.”
Dan Nabi s.a.w. bersabda - juga riwayat Anas r.a.-: ”Sesungguhnya besarnya balasan -pahala- itu menilik besarnya bala’ yang menimpa dan sesungguhnya  Allah itu apabila mencintai suatu kaum, maka mereka itu diberi cobaan. Oleh sebab itu barangsiapa yang rela -menerima- bala’ tadi, iaakan memperoleh keridhaan Allah dan barangsiapa yang uring-uringan maka ia memperoleh kemurkaan Allah pula.”
Diriwayatkan oleh Imam Tarmidzi dan ia mengatakan bahwa hadist ini hasan.
Dari hadist tersebut seolah pemikiran di atas adalah seolah bertambah keyakinan bahwa lintasan benak fikir akan lepas dari rahmat Allah di akhir hayat seakan benar. Sampai pada suatu ketika orang tersebut bertemu dengan seorang ustadz yang membahas kitab Riyadhus Shalihin. Beliau menjelaskan tentang hadist ini. Hingga orang tersebut bertanya dan di jelaskan bahwa tidaklah tentu yang difikirkan itu benar, tapi bisa jadi Allah membalas itu untuk menunjukkan kuasanya dan menguatkan iman yang lemah. Tapi masih ada setitik  tanya, siapa yang dimaksud imannya lemah? Orang itu atau orang sekitarnya?
Wallahu a’lam. 
Share:

Islam Mana yang Benar?

Pertanyaan itu sebenarnya muncul dari mulut seorang calon mualaf. Ya, dia masih calon mualaf yag ingin masuk Islam. Sebelumnya dia sempat berpindah-pindah agama. Namun sayang, dia hidup di Indonesia. Dimana islam terkotak-kotkkan dengan tidak tentu.
Pertanyaan ini pun menarik bagi sebuah tim diskusi yang saya ikuti untuk di bahas. Ketika saudara kami ditanya dengan pertanyaan ini ia hanya sekedar menggelengkan kepala. Ada pula yang menjawab bahwa islam yang sesuai ajaran Quran dan Sunah yaitu Ahlus Sunah Wal Jama’ah. Lalu  di Indonesia yang terjadi, NU ngaku Ahlus Sunah, Muhammadiyah ngaku Ahlus Sunah, Tarbiyah tak kalah dan apalagi MTA. (maaf bukan bermaksud menjelek-jelekkan ormas tersebut.) Begitupun kelompok-kelompok lain yang juga mengaku demikian.
Lalu ada yang membuat permisalan Sebutsaja dia Si Z. Pada awalnya ia hanya bertanya kepada kelompok diskusi itu“Pernahkah Kalian Shalat?” dan tentulah seorang muslim yang juga menjadi aktifis dakwah akan menjawabnya “ya” dengan mantab. “Karena Shalat adalah bagian dari Islam maka jika kita ambil analogi, Islam yang benar pun seperti shalat yang benar, masalahnya antum sudah tahu belum sjhalat yang benar itu bagaimana?” Lanjut Si Z. “tentulah Shalat yang benar adalah Shalat yang lengkap Syarat dan Rukunnya”
                Begitu pula dengan Islam, Islam yang benar adalah Islam yang Lengkap Syarat dan Rukunnya.Dan tentu para budiman pembaca Blog ini sudah tahu akan Syarat Sholat dan Rukunnya. Kalopun belum tahu silakan Googling atau komen disini J Lalu saya pun yakin anda telah tahu rukun Islam. Yang jadi pertanyaan adalah apa syaratnya. Insya Allah pembahasan lebih rinci tentang syaratnya akan saya buat dalam buku saya.
Share:

'Aidil Adha 1433 Ini Berbeda

 Takbir berkumandang, menggema dan mendayu, memecah sunyinya pagi. Terdengar sayup-sayup, lantunan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha illa Allahu, Huwa Allahu Akbar. Allahu Akbar Walillah hilhamd”. Kumandang ini mengundang Segenap Warga mBarek da sekitarnya untuk berkumpul di Wisma Bukit Barisan.
Bukan hanya warga asli jogja yang turut meramaikan idul adha kali ini. Para pelajar asal negeri jiran ini pun tak kalah banyak. Bahkan jumlah mereka ada 25% dari yang hadir saat itu. Namun ada beberapa hal yang membuat saya merasa heran. Ketika shalat telah selesai dan telah masuk waktu khutbah, tampaklah seorang malaisya yang baru datang. Tampaknya orang ini tahu bahwa idul adha sunah belaka. Dan mendengarkan khutbah itu juga penting. Maka ia segera duduk dan diam sembari mendengar khutbah. Sedangkan Orang Indonesia, ketika masuk waktu shalat idain mereka berduyun-duyun. Seolah idain itu wajib, dan ketika berkhutbah tak sedikit dari kita yang senggol kanan- senggol kiri.
Selain itu juga ketika khutbah selesai. Mereka tak lekas pulang. Mereka membantu panitia melipat Koran yang di gunakan sebagi alas. Dan mereka memberesi Koran-koran itu dengan rapi. Aku yang jadi panitia saat itu merasa malu karna hanya memberesi Koran dengan kaki. Aku pun turut menggunakan tanganku untuk merapikan seperti yang orang-orang malaisya itu lakukan. Sedangkan aku melihat orang-orang asli Indonesia malah langsung pulang tanpa terdahulu merpikan Koran yang mereka bawa.


Dan yang menjadi perhatian saya adalah selesai semua aitu mereka tiada langsung pulang juga. Mereka berkumpul layaknya setelah lebaran, saling berjabat tangan dan suasana keakraban pun segera muncul. Perempuan dan lelaki pun juga ada batas yang muncul secara alamiah. Aku hanya berfikir, mereka berakrab seperti ini adalah karena hal ini belum mereka lakukan lebaran kemaren.
Share: