Soleboh | Ingin Islam

Selepas pertemuan Soleboh dengan Hajjah Ratu Kidul.
Soleboh mulai tertarik untuk mengetahui Islam.
Kini ia menjalani Tapa Ngrame untuk mendapati petunjuk akan Islam.
Hingga pada suatu ketika lereng Jabalkat, punggungnya ditepuk oleh seseorang. Ia memalingkan muka dan menatap orang yang menepuknya. Dia berkumis tebal dengan Blangkon Hitam ageman Hitam juga. Lalu orang itu berkata,"Jika NakMas ingin tahu Islam, ada gerbang yang harus NakMas lalui, namun NakMas harus siap dengan resiko memasuki gerbang itu."
"Gerbang apa itu, Siapa Panjenengan ini?"
"Gerbang itu adalah Asyhadu alla ilaha illallah, Waasyhadu ana muhammadar rasulullah, Ingat dan lafalkan itu dalam langkah NakMas dan carilah cahaya dari gerbang itu, saya pamit NakMas"
Meski dalam hatinya masih terbesit tanya, ia pun kembali melanjutkan Tapa Ngramenya, dan sembari melangkah ia melafalkan,
"Sadungala ila heilolah, wasadungana mokamadarosulilah"
Share:

Majelis Ulama Walisongo

Walisanga adalah Majelis Ulama di tanah Jawa saat itu, Dewan Ulama tertinggi di Jawa.
Adapun mereka yang menutup diri untuk mengakui Majelis ini sebagai Dewan ulama tertinggi adalah mereka yang merasa lebih baik seperti Syekh Siti Jenar dan pengikutnya.
Lebih parah lagi, Syekh ini mengaku sebagai kesatuan jiwa dan raga dengan tuhan.
Lalu, Majelis Ulama Indonesia, seolah gaungnya sebagai Majelis Ulama tertutup ustadz-ustadz yang bertebaran dimana-mana.
Dan bahkan iblis yang bergamis bersurban pun dipersilakan menjadi imam dan ustadz.
Ki Kebo Kenongo kini turut berdakwah meneruskan jejak gurunya untuk mengingkari Majelis Ulama.
Akibatnya, fatwa majelis ini tak ubahnya angin lalu, fatwa Ki Ageng Pengging lebih diutamakan.
Adapun benar bahwa keberadaan ulama di suatu daerah adalah untuk memberi fatwa sesuai dengan kondisi daerah tersebut, meski fatwa harus berbalikan dengan fataw Majelis Ulama, namun bukan untuk merendahkan Majelis Ulama.
Allahu A'lam.
Share:

Soleboh | Wahyu Lintang Johar

Sejauh Soleboh memenjalani "Laku Tapa" di berbagai tempat,
Ia mendapat "Wahyu Lintang Johar" dibeberapa kali pertapaannya di tempat yang berbeda-beda.
Lantas Lintang Johar itu mewujudkan diri dalam wujud "Kanjeng Ratu Segara Kidul" yaitu wanita berparas cantik berkemben hijau.
Namun terkadang menamakan diri sebagai Nyi Ratu Kidul, Nyi Roro Kidul, Kanjeng Raja Naga Kidul, dan sebagainya yang semua mengaku sebagai penguasa laut selatan.
Dan dalam kemunculannya ditempat yang berbeda, Beliau menceritakan tentang dirinya dalam cerita yang berbeda dan terkadang berlawanan.
Baru pada "Laku Tapa" yang terakhir, Soleboh mendapat "Wahyu Cahya Dumilah" yang berubah wujud menjadi Hajjah Ratu Kidul.
Dalam wujud ini, Hajjah Ratu Kidul berparas cantik dan memakai kerudung besar dan jilbabnya yang menutup seluruh auratnya.
Hajjah Ratu Kidul paring sabda, "Soleboh, sejatinya banyak jin yang mengaku-ngaku sebagai Ratu Kidul, sehingga engkau akan dibuat bingung oleh kisah-kisahnya yang berbeda di setiap daerah. Toh jin itu bebas mengaku-ngaku sebagai siapapun kecuali mengaku sebagai Nabimu."
Soleboh yang cerdik itu "nyeplos", "Oh, jadi Ratu Kidul itu banyak dan dari jin yang berbeda-beda, termasuk anda pun hanya mengaku sebagai Ratu Kidul."
Dengan wajah agak marah, Hajjah Ratu Kidul berpaling dan menjauh dari Soleboh.
Share:

Quran Mutlak Tafsir Relatif

Tidak ada Quran yang salah, karena Quran adalah mutlak benar, dan kebenarannya adalah dalam penjagaan Allah yang Maha Berilmu.
Tidak ada tafsir yang sepenuhnya benar, karena tafsir adalah pendekatan terhadap kebenaran itu, dan kebenaran tafsir berbanding lurus dengan luas dan dalamnya ilmu penafsir, semakin luas dan dalam ilmu penafsir maka kemungkinan akan kesalahannya akan semakin kecil, namun ilmu penafsir tak akan seluas dan sedalam ilmu Allah, sehingga tafsir tak mutlak benar.
Adapun saya sebagai seorang yang memiliki kedangkalan dan kesempitan ilmu, maka tidak lebih baik jika menafsir Quran sekehendak diri, akan lebih baik jika saya bertaqlid kepada penafsir-penafsir dengan keluasan ilmu mereka.
Begitu pula, tak semestinya setiap orang langsung merujukkan aktivitas dan keputusannya kepada Nabi Muhammad tanpa memiliki kemampuan menafsir bahasa Muhammad, maka tidak sepantasnya kami yang awam disalahkan jika bertaqlid pada aulia, alim, syaikh, kiai, daripada kami menafsir sekehendak diri dan merasa tafsir kami yang lebih mendekati kebenaran yang dibawa Muhammad.
waAllahu a'lam.
Share: