Soleboh | Khitthah Remah Sejarah

"Ketika remah rempah sejarah tidak diracik sesuai dengan pemilik racikan itu, maka yang terjadi adalah peracikan rempah sesuai dengan lidah pembeli. Untuk menjaga racikan ini tetap sesuai dengan khiththah awal rempah ini dibuat, maka perlu dalil shahih. Masalahnya rempah makanan Nuswantoro ini sangat sulit untuk dicari keasliannya, bahkan peracik pertamanya pun membuatnya ambigu." Soleboh menceritakan alasannya mencari resep rempah sejarah.
"Apalagi setiap yang baru juga memperoleh proses kreatif dari pembaharu, lalu setiap masakan itu langsung disuguhkan kepada khalayak tanpa berfikir panjang tingkat kematangan makanan ini sendiri." Tukas Pak Bei.
"Saya juga pernah berdebat dengan Nyai hanya mengenai resep Rujak, ada yang bilang rujak itu dipotong kecil-kecil pakai sambel bumbu kacang, ada yang bilang rujak itu di"sawut", bahkan ditempat saya rujak itu lobok dan sayurannya di tumbuk bareng singkong, kan sudah sangat berbeda itu, padahal sama-sama rujaknya."
"Apalagi masakan Nuswantoro ini, yang jauh lebih besar dan setiap elemen di dalamnya juga berusaha melakukan kreatifitas, bahkan kacangnya mengaku kalau yang rujak itu ya dia, bukan lomboknya, si lombok juga bersikeras bahwa dia rujaknya, jadi elemen dalam rujaknya juga silang sengkarut."
"Yang terjadi akhir-akhir ini ada yang mengaku keturunan Adipati Sapta yang ingin menggunakan lemper dan ulegnya untuk dijual, tapi Cucu dari Adipati Hasta tidak terima, beliau membela wong cilik yang makannya pakai sambel. Mungkin karena keturunan ningrat sehingga yang mengaku itu sudah tidak makan sambel di lemper lagi, tapi kan sik lungguhe nang dhingklik masih makan pakai lemper atau cobek itu."
"Oleh sebab itu jangan terburu-buru mempercayai yang mengaku-ngaku itu, kita harus tahu benar racikan aslinya bagaimana, lalu kita juga harus tahu bagaimana transformasi sampai muncul ragamnya itu bagaimana agar kita tetap bisa bersatu dan bisa memahami sejarah serta memasadepankan masa lalu. Harus kita eksplorasi dengan secara menyeluruh informasi-informasi dan dalil-dalil shahih yang ada dan kita ledakan dalam bentuk pembaharuan yang tetap berjalan pada khiththahnya"
Share:

Soleboh | Berpisah Dengan Kiai Sahid

Sembari kami berjalan menuju barat, Soleboh berkisah kepadaku mengenai perpisahannya dengan Kiai Sahid. Semenjak Kiai Sahid berpamitan dengannya, ia sudah merasakan kesedihan, apalagi saat ini setelah kepergiannya. Hatinya sesak, dan selalu termimpi olehnya wajah Kiai Sahid yang mengajarinya ilmu-ilmu agama.
Kemudian aku berfikir akan diriku sendiri. Apakah aku memiliki rasa kehilangan itu? Apakah aku memiliki rasa kesedihan itu, atau mungkinkah aku memiliki rasa senang? Aku pikir tidak. Tapi kusadari ada lubang-lubang ini dalam hati yang tersadari oleh kegundahan dan kegalauan hati sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan itu.
Berbeda lagi dengan Pak Bei, beliau sudah menghilangkan rasa dalam dirinya. Setiap kali ada rasa yang muncul, beliau buang rasa itu melalui tulisan karyanya, syair-syairnya. Beliau tak lagi menginginkan rasa, tak lagi menginginkan dunia, hidupnya hanyalah sebatas perjalanan yang tiada arah kecuali terhadap apa yang dihadapinya tanpa rencana nafsunya. Beliau pasrahkan rencananya dalam shalat hajatnya.
Dan Soleboh merasa terhina dalam hati, bagaimana hilangnya ghirah hajatnya yang dulu senantiasa ia lakukan dalam perjalanan. Kesedihannya ternyata membawanya kepada kealpaan.
Share:

Soleboh | 2018-2019 atau Abad 15

Perjalananku dan Soleboh sempat terhenti karena Kiai Sahid tidak lagi berjalan bersama kami. Beliau berjalan di jalan lain di depan kami sehingga kebuntuan melanda kami untuk melanjutkan perjalanan mencari UBO RAMPE BUMBU RACIK REMPAH REMAH SEJARAH. Dan kami berdiskusi sejenak hingga memutuskan untuk berpisah untuk sementara waktu. Aku kembali ke masaku, masa melenial, sedangkan Soleboh kembali ke masanya, masa berkembangnya Islam di Tanah Jawa.
Setelah enam bulan masa istirahat kami, Soleboh lalu menjemputku ke tahun 2017.
"Su, sudah saatnya kita kembali melanjutkan perjalanan kita." Ucap Soleboh
Dengan ragu ku jawab, "Apakah kamu sudah yakin dengan keputusanmu Boh?"
"Aku sudah bertanya kepada Gusti Allah, dan inilah saatnya."
"Apakah aku harus melewatkan musim panas di Indonesia dua tahun mendatang."
"Nanti di perjalanan kita akan tahu jawabanya."
Kami pun melanjutkan perjalanan kami. Di tepi Kademangan kami bertemu dengan Pak Bei yang telah menghabiskan banyak waktunya untuk bertapa. Hanya saja thariqah dan syariat bertapa yang digunakan Pak Bei dengan Soleboh ku lihat berbeda. Soleboh dengan Laku Tapa Brata dan Mbah Bei dengan Tapa Ngrame, menuliskan Syair, dan menyampaikannya petuahnya kepada khalayak.
Share:

Bagaimana Hendak Berkasih

Bagaimana hendak berkasih
Jika tiada ku mengenalmu
Maka semakin ku mengenalmu
Semakin tak ku temukan cela padamu
Semakin ku tahu luhur budimu
Dan semakin ku rindu wajahmu
Bagaimana hendak berkasih
Jika tiada waktu kita bertemu
Tiada ruang kita bersua
Dalam lintas ruang waktu yang terbatas
Hanya dalam kesunyian rindu
kupertemukan hatiku dan hatimu
Bagaimana hendak berkasih
Jika tiada hal penyama diantara kita
Adalah diriku yang lemah yang berusaha
Berjalan pelan dengan toya ku genggam
Untuk mengikuti jejakmu
Untuk kutemukan dirimu
Bagaimana hendak berkasih
Bagaimana ku tunjukkan rinduku
Hanya berulang ku panggil namamu
Dalam nada rindu sayang dan sendu
Dan harap kan tumbuhnya cinta padamu
Yang berpuncak pada hadirnya dirimu dalam hidupku
Dan perjumpaan dalam keabadian kelak
Allahumma Shalli 'ala Habibina Muhammadin Sayyidil Anbiya' wal Mursalin
Share: