Soleboh | Berpisah Dengan Kiai Sahid

Sembari kami berjalan menuju barat, Soleboh berkisah kepadaku mengenai perpisahannya dengan Kiai Sahid. Semenjak Kiai Sahid berpamitan dengannya, ia sudah merasakan kesedihan, apalagi saat ini setelah kepergiannya. Hatinya sesak, dan selalu termimpi olehnya wajah Kiai Sahid yang mengajarinya ilmu-ilmu agama.
Kemudian aku berfikir akan diriku sendiri. Apakah aku memiliki rasa kehilangan itu? Apakah aku memiliki rasa kesedihan itu, atau mungkinkah aku memiliki rasa senang? Aku pikir tidak. Tapi kusadari ada lubang-lubang ini dalam hati yang tersadari oleh kegundahan dan kegalauan hati sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan itu.
Berbeda lagi dengan Pak Bei, beliau sudah menghilangkan rasa dalam dirinya. Setiap kali ada rasa yang muncul, beliau buang rasa itu melalui tulisan karyanya, syair-syairnya. Beliau tak lagi menginginkan rasa, tak lagi menginginkan dunia, hidupnya hanyalah sebatas perjalanan yang tiada arah kecuali terhadap apa yang dihadapinya tanpa rencana nafsunya. Beliau pasrahkan rencananya dalam shalat hajatnya.
Dan Soleboh merasa terhina dalam hati, bagaimana hilangnya ghirah hajatnya yang dulu senantiasa ia lakukan dalam perjalanan. Kesedihannya ternyata membawanya kepada kealpaan.
Share:

0 komentar: