Tentang Memilih

Seandainya di tanya,
"apabila orang meninggalkan agamanya (Islam),
pantaskah ia disebut kafir,
pantaskah ia disebut keluar dari Islam?"
saya yakin akan banyak  yang menjawab "YA"
dengan jawaban yang tegas.

tapi,
jika pertanyaannya semakin dikerucutkan,
"apabila orang mengambil sebuah keputusan,
memilih sebuah keputusan,
dengan dasar logikanya yang membenarkan,
dengan ia mengutamakan keuntungan untuk dirinya,
dengan ia melupakan kebutuhan agamanya,
dengan ia meninggalkan agamanya,"
masihkah ia pantas disebut "Islam"
atau ia sudah pantas disebut "kafir"?
atau "munafik"?

saya ingin menguatkan, bagaimanapun,
meninggalkan agama itu adalah,
jalan keluar dari Islam menuju kekafiran.

Pernahkah sahabat mendengar,
"udahlah, ini adalah pemilu, ini urusan negara,
jangan disangkut pautkan dengan agama"
bukankah ini ungkapan sekuler yang memisahkan
agama (ilmu teorinya) dari ilmu prakteknya.

ada lagi yang bilang,
"mending memilih pemimpin yang penting merakyat
mesipun dibelakangnya ada orang syiah, ada ini ada itu,
tapi kan dia pemimpin yang merakyat dan trek recordnya bagus.
daripada pemimpin yang siap memperjuangkan agama,
yang backingannya orang-orang saleh, tapi kurang merakyat".
sungguh pernyataan yang bodoh dan siap meruntuhkan Islam.

Pilihlah segala sesuatu karena agama !

itu baru di bidang memilih,,
lalu bagaimana dengan di bidang sains,,
"ini ilmiah, dan tentu ini benar, ya meskipun ini tidak dibenarkan agama.
untuk mendapatkan kebenaran dari sains, ya jangan di hubung-hubungin dengan  agama."
bukankah ini adalah pernyataan yang membawa kepada sekulerism,
dulu pernah diucapkan saintis yang harus mati karena fakta yang ia dapat,
tidak sesuai dengan injil yang telah di othak athik.

apa kalian ragu dengan keaslian Quran?
atau kalian ragu dengan Islam?
kalau ragu, mending syahadat ulang aja deh kamu itu?
Share:

0 komentar: