Temuan Endapan Mineral dan Batuan di Wonogiri


Daerah sebaran anomali geokimia sedimen sungai umumnya selalu bertepatan dengan lokasi sebaran alterasi batuan dan batuan termineralisasi. Hal ini bisa dilihat dari temuan tim Jepang sebanyak 16 daerah anomali di Jawa Timur kerap menempati zona ubahan yang cukup signifikan. Data yang diperoleh memberikan gambaran bahwa dari ketiga daerah anomali geokimia menunjukkan bahwa daerah anomali Wonogiri Barat merupakan daerah mineralisasi logam paling menarik, karena keterdapatannya telah diekploitasi oleh penambang setempat dalam koordinasi KUD. Endapan bahan galian logam emas ini temuan lama dan hingga saat ini masih aktif beroperasi.

Contoh batu termineralisasi menarik yang pernah diambil tim Jepang di anak Sungai Cangkol dengan kadar sebesar 21,15 gr/ton, di lapangan nampak berasal dari urat silisifikasi-argilik yang bagian dalamnya dari pinggiran kekar ada pervasive silika. Di tempat berdekatan juga ditemukan urat kuarsa halus kurang dari dua cm, barrent, telah diambil contoh. Perangkap mineralisasi umumnya berupa urat yang mengisi rekahan/kekar atau pola retakan yang diakibatkan adanya zona sesar sehingga sebarannya memanjang sepanjang kelurusan sesar, setempat berasosiasi dengan terdapatnya urat kuarsa dan indikasi sesar berupa slicken side.
Mineralisasi emas di Selogiri bercampur dengan mineral logam sulfida lainnya yaitu tembaga dan timah hitam, dari batuan termineralisasi terdapat kalkopirit yang karena leaching sebagian terubah jadi malahit, mengisi bidang pecah, galena dijumpai hanya sedikit berupa urat halus dalam kuarsa terkersikan, masing-masing tersingkap di S. Ketandan dan Kali Bralit, di sekitar kontak diorit-mikrodiorit.
Temuan adanya keterdapatan endapan mineral logam di Selogiri, diantaranya ditemukan adanya urat-urat termineralisasi. Pengamatan mikroskopik dari conto urat tersebut menunjukkan bahwa mineralisasi logam yang teridentifikasi adalah pirit, sfalerit, kalkopirit dan galena. Sebagian tampak telah teroksidasi menjadi oksida besi. Pirit, berbutir halus + 2 mm, bentuk subhedral-anhedral, sebagian berbentuk kubik, terdapat baik pada fragmen batuan maupun pada urat kuarsa, mengelompok maupun sebagai individu. Sebagian telah mengalami oksidasi menjadi oksida besi. Kalkopirit, berwarna kuning, tersebar tidak merata pada urat kuarsa, sebagian mengelompok bersama galena dan sfalerit. Sfalerit, berwarna abu-abu, berbutir halus, sughedral-anhedral, tersebar tidak merata dalam urat kuarsa.  Galena, berwarna putih, berbutir halus hingga + 2 mm, bentuk subhedral-anhedral, beberapa menunjukkan bentuk kubik, terdapat bersama pirit, kalkopirit dan sfalerit di dalam urat kuarsa. Adapun paragenesa dari mineralisasi logam tersebut diawali oleh pirit selanjutnya secara berurutan terjadi sfalerit, kalkopirit selanjutnya terbentuk galena dan terakhir oksida besi karena pelapukan.
Selain itu disebutkan pula bahwa bijih emas di lokasi Janglengan dominan didapat dalam urat sulfida/pirit masif, sedang urat kuarsa umumnya berkadar emas relatif rendah. Hal serupa juga terdapat di terowongan Geritan (Puri), terowongan/tunnel berarah N 290° E sejauh kurang lebih 35 m, belok ke arah N330°E sejauh 25 m, sehingga panjang total terowongan 60 m, di ujung terowongan persis menempati posisi urat yang berarah N160°E/68. Bijih yang diambil para penambang adalah urat sulfida (pirit masif), kuarsa sugary hanya terdapat dalam bidang gerus menempati bidang slicken side. Selanjutnya bijih ini oleh penambang diproses dengan cara digelundung menggunakan tenaga diesel di pinggiran pemukiman sehingga tidak mengakibatkan adanya pencemaran Hg pada aliran sungai yang airnya dikonsumsi masyarakat untuk berbagai keperluan.
Hasil analisis kimia unsur logam dari conto batuan terubahkan dan termineralisasi ini, menunjukkan kadar logam yang cukup menarik, dari 27 conto yang dianalisis 12 diantaranya mengandung kadar logam dasar lebih dari 1000 ppm dan 7 conto kadar emasnya lebih dari 2 gr/ton. Batuan termineralisasi yang bisa dijadikan sebagai indikasi keterdapatan endapan bahan galian logam ini, ditunjukkan oleh kandungan kadar Cu tertinggi sebesar 12.090 ppm, Pb = 84.794 ppm, Zn = 27.504 ppm dan Au sebesar 10.960 ppb.

Indikasi mineralisasi logam di Karangtengah, Punung Timur  ditunjukkan adanya konsentrasi sulfida dalam zona sesar dengan pengersikan dan urat kuarsa. Pengamatan mikroskopik dari conto tersebut menunjukkan bahwa mineralisasi logam yang teridentifikasi adalah pirit, kalkopirit, sfalerit, kovelit/kalkosit, sebagian telah teroksidasi menjadi oksida besi. Pirit, berbutir sangat halus hingga + 2 mm, granular dengan bentuk subhedral-anhedral, sebagian tampak dengan bentuk kubik. Tersebar sebagai individu maupun sebagai kelompok, sebagian tampak dalam massa kalkopirit.

Beberapa bagian telah mengalami oksidasi. Kalkopirit, berwarna kuning, berbutir halus, terdapat mengelompok sebagian menggantikan pirit, bentuk anhedral-subhedral, pada beberapa tempat tampak sfalerit terkungkung dalam kalkopirit. Kalkopirit telah mengalami ubahan menjadi kovelit/kalkosit pada beberapa spot. Kovelit/kalkosit berwarna biru/biru muda, bersifat anisotrop, menggantikan kalkopirit. Adapun paragenesa dari mineralisasi logam tersebut diawali oleh pirit selanjutnya secara berurutan terjadi sfalerit, kalkopirit selanjutnya terbentuk kovelit/kalkosit dan terakhir oksida besi karena pelapukan.

Hasil analisis kimia unsur logam dari conto batuan terubahkan dan termineralisasi ini, menunjukkan kadar logam yang cukup menarik, dari 12 conto yang dianalisis 4 diantaranya mengandung kadar logam dasar lebih dari 1.000 ppm dan 1 conto kadar emasnya lebih dari 5 gr/ton. Batuan termineralisasi yang bisa dijadikan sebagai indikasi keterdapatan endapan bahan galian logam ini, ditunjukkan oleh kandungan kadar Cu tertinggi sebesar 105.000 ppm, Pb = 75.912 ppm, Zn = 9.845 ppm dan Au sebesar 6.365 ppb.

   Selain itu indikasi adanya keterdapatan endapan bahan galian mineral logam di Karangtengah, Punung Timur  ditunjukkan adanya butiran emas dalam konsentrat dulang, dari hasil pengamatan mineralogi butir ditemukan beberapa mineral logam berat rombakan, seperti pada no. contoh   KT . 05/ 09/ P diidentifikasi ada butiran Emas, berwarna kuning metalik khas emas, bentuk batas tepi menyudut tumpul tak beraturan, permukaan halus, ukuran butir 1 MC (450 mikron). Mineral serupa juga terdapat pada contoh  : KT.05/ 06/ P, bentuk butir menyudut membulat padat berisi ukuran butir 100 mikron VFC. Selain itu ditemukan pula Pirit, berwarna kuning kecoklatan kilap metalik, kubik-menyudut tanggung. dan Kalkopirit, berwarna kuning kemerahan metalik, kubik-menyudut-membulat tanggung.

Di daerah anomali geokimia Kedung Wedi tanda adanya mineralisasi tidak dijumpai di sepanjang Kali Wates hanya ditemukan beberapa fragmen breksi gunungapi itu mengandung mineral pirit, sehingga bisa disimpulkan anomali di Kedung Wedi sebagai “False anomaly”. Demikian pula dari pengamatan mineralogi butir tidak dijumpai mineral berat menarik kecuali, magnetit, Hematit/ Oksida besi, berwarna coklat kehitaman, membulat tanggung.
Adanya anomali di Kedung Wedi, kemungkinan lain adalah pengaruh dari aliran sungai besar, karena lokasi pengambilan conto walaupun jauhnya dari muara lebih dari 50 meter, maka limbah banjir bisa masuk ke Kali Wates sehingga ada kontaminasi. lokasi penyontohan pada endapan aluvial yang relatif rata, atau mungkin juga pengaruh dari banyaknya permukiman sepanjang sungai, karena alirannya berpotongan dengan tiga kota kecamatan.
Anomali Kedung Wedi kemungkinan pengaruh mineralisasi emas di Desa Boto yang menempati daerah punggungan gunung mas letaknya di hulu Kali Wedi berjarak lebih dari 8 km di hulu Muara Kali Wates dengan koordinat 519692 mE, 9126530 mN. Adanya kegiatan disini mempunyai potensi untuk tersebarnya konsentrasi unsur Au di sepanjang sungai Kali Wedi, sehingga anomali di daerah Jatiroto bukan hal yang tidak mungkin berasal dari keterdapatan mineralisasi emas di Desa Boto. Salah satu terowongan/tunnel berarah N110°E-N125°E sepanjang kurang lebih 50 m, milik Sukran (Foto 12) sudah memotong urat kuarsa halus dengan arah N165°E, N195°E.
Indikasi adanya keterdapatan endapan mineral logam di Desa Boto, aliran S. Kali Wedi ditunjukkan adanya konsentrasi sulfida bersama urat-urat halus kuarsa dengan pengersikan. Pengamatan mikroskopik dari conto tersebut menunjukkan bahwa mineralisasi logam yang teridentifikasi adalah pirit, sfalerit, galena dan kalkopirit. Sebagian tampak telah teroksidasi menjadi oksida besi. Pirit, granular, subhedral-anhedral, terdapat tersebar, baik secara mengelompok maupun sebagai individu, terdapat baik pada fragmen maupun urat kuarsa. Sebagian telah teroksidasi menjadi oksida besi, tertanam di sekitar retakan. Pirit lebih dominan terdapat pada urat. Galena, berwarna putih, granular, subhedral-anhedral, terdapat dalam fragmen bersama sfalerit dan kalkopirit. Sfalerit, berwarna abu-abu, berbutir halus, granular. Terdapat bersama kalkopirit, galena dan fragmen batuan. Kalkopirit, berwarna kuning, berbutir halus, anhedral-subhedral, terdapat dalam fragmen.
Adapun paragenesa dari mineralisasi logam tersebut diawali oleh pirit selanjutnya secara berurutan terjadi sfalerit, kalkopirit selanjutnya terbentuk galena dan pirit berupa urat serta terakhir oksida besi karena pelapukan.
Hasil analisis kimia unsur logam dari conto batuan terubahkan dan termineralisasi yang berasal dari G. Mas desa Boto, Jatiroto, menunjukkan kadar logam yang cukup menarik, dari 2 conto yang dianalisis mengandung kadar Pb sebesar 2896 ppm dan kadar emasnya masing-masing 3010 dan 3820 ppb Au.

Share:

0 komentar: