"Ngakali vs nJaili"

Dalam beberapa waktu terakhir, Kiai Sahid sering berkutik prihatin pada kosakata, idiom, istilah ngakali, minteri. Idiom ngakali dan minteri adalah idiom yang sering digunakan untuk perbuatan yang tidak baik. Padahal letak ke-hasan-an manusia, ahsani taqwim, dibanding makhluk lain adalah akal. Entah mengapa hal baik, akal dan pinter bisa diruah dalam bentuk kerja menjadi ngakali dan minteri, namun bermakna negatif.
Dalam ketidaksengajaan, Soleoh teringat sebuah idiom jawa yaitu "nJaili", dan ia pikir itu adalah ungkapan yang lebih pas untuk menggantikan istilah ngakali. Sedangkan idiom minteri tentu tidak bisa diganti dengan mbodoni, karena mbodoni dalam khasanah jawa berarti merendahkan diri agar tidak terlihat pintar. Namun demikian, dalam bahasa Indonesia ada istilah membodohi yang mungkin ini lebih baik daripada minteri.
Share:

AYO ngAJI DARI AWAL LAGI.

Ada beberapa kitab wajib yang di-aji sebelum meng-aji kitab-kitab lain. Diantaranya adalah Adabul Alim wal Mutaalim (Hadlratusy syaikh), atau kitab Ta'lim Mutaalim (Syaikh Zarnuji).
Dalam kitab ini, yang sering di teriakkan sebagai pendidikan karakter baru baru ini, adab diajarkan sejak dulu. Kitab ini memuat berbagai adab terkaitan dengan pencari ilmu dan penunjuk ilmu. Salah satunya adalah bagaimana menghormati Kiai, Ulama, dan sebagainya.
Mungkin karena di sekolah formal, kitab ini tidak diajarkan sehingga anak-anak itu tidak ada hormat-hormatnya kepada Habab, Ulama, Kiai, maupun Ustadz. Sampai sampai berkowar-kowar di media sosial dengan menyebut nama Ulama, Habaib, Ustadz dengan sebutan yang tak pantas.
Semestinya kita perlu belajar lagi bagaimana kita harus bersikap kepada Ulama, Habaib, Kiai, Anak Kiai, Ustadz, bahkan bagaimana kita harus bersikap kepada orang yang ilmunya sedikit di atas kita.
AYO ngAJI DARI AWAL LAGI.
Share:

Penistaan Masal terhadap Quran

- Perlu diperhatikan bahwa tulisan ini bukan mengenai Ahok, melainkan mengenai Harapan penulis terhadap Kepala Desa terpilih nantinya.
- Setelah membaca ini, coba kita tadabburi Surah Al Maun kembali.
Dalam beberapa waktu terakhir, bangsa ini diramaikan dengan adanya isu penistaan Quran, entah baik isu itu benar atau tidak. Lalu isu penistaan Quran hanya dipersempit pada kasus "pakai" atau "tidak pakai". Bagaimana jika isu penistaan ini kita bawa dalam bentuk yang umum, Penistaan Agama. Dan kita akan temukan dalam dalam Al Maun. Siapa saja yang menistakan agama? Dalam surat itu telah jelas disebutkan sesiapa penista agama, tapi penista-penista itu tak pernah dikasuskan, ini penista agama tak sebatas Quran yang dinistakan.
Bentuk penistaan agama yang lain perbuatan seseorang yang telah disumpah atas nama Allah dan dibawah Quran lalu seseorang itu mendustai sumpahnya. Bukankah ini juga penistaan, penistaan agama dan penistaan terhadap Quran. Bahkan telah menjadi rahasia umum bahwa penistaan Quran dalam format ini adalah penistaan yang terjadi secara masal oleh mayoritas pemimpin. Kami katakan mayoritas, karena masih terdapat al ghuraba, mereka yang aneh, mereka yang menyelisihi mayoritas dengan memimpin dan tetap berpegang pada kebenaran dan Quran.
Kami berharap jika suatu hari nanti kepala desa kami telah terpilih, akan menjadi seorang pemimpin yang amanah, yang tidak menista agama secara terslubung dalam format diatas. tidak menista agama dengan mengingkari janjinya saat disumpah dengan Quran. Semoga pemimpin kami bukan penista Quran. Amin.
Share:

Soleboh | Tak Ada Tempat Untuknya

Dalam Ringgit Purwa (Pewayangan), Keberadaan Ponokawan adalah hal yang menarik. Meski mereka bukan makhluk lintas waktu dan tempat sebagaimana Soleboh, namun mereka juga mempuyai perjalanan waktu yang cukup panjang. Mulai dari Jaman Ramayana hingga Mahabarata. Namun demikian martabat Ponokawan sebagai masyarakat yang "Meneb Atine" adalah lebih tinggi dibandingkan Soleboh yang sebenarnya hatinya sering bertarung dengan nafsunya.
Ponokawan mempunyai posisi penting dalam lakon pewayangan, mereka adalah merupakan bentuk penokohan masyarakat kecil dalam sebuah negara. Namun demikian mereka tetap dianggap ada oleh negara. Bahkan tidak jarang mereka dimintai pendapat, pertimbangan ketika terjadi permasalahan kenegaraan, tidak sebatas penonton dan pemberi suara voting.
Tak ubahnya Ponokawan, Soleboh dalam perjalanan hidupnya ketika berada di tahun 1400 sampai 1700 M, ia juga sebatas wong cilik. Sehingga namanya tidak tertulis dalam sejarah, dan memang ia tak tertarik untuk disejarahkan. Namun demikian ketika ia berjalan di Kademangan-Kademangan, ia dianggap ada dan berilmu sehingga sering ia dimintai pendapat, pertimbangan dan tenaganya juga. Namun demikian, di Kadipaten ia seolah tiada dan bukan siapa-siapa.
Share:

Tadabbur Quran | Dubur | Tahi Raja Joseon

Beberapa waktu terakhir Mbah Nun sering mewantiwanti untuk senantiasa tadaburan dengan Quran, karena dalilnya jelas, kita disuruh tadabur bukan tafsir terhadap Quran. Dan Kiai Fuad, seorang dari sembilan orang yang diamanati sebagai Penjaga Bahasa Quran di dunia saat ini mengatakan bahwa tadabur itu berkaitan dengan kata dubur.
Sebagai bentuk tadabur terhadap kata "Tadabbur" itu sendiri adalah sesuatu yang keluar dari dubur Raja Joseon (sekarang Korea) yang sejaman dengan Panembahan Senopati. Para tabib istana selalu memperoleh kiriman tahi sang raja setiap kali sang raja mengeluarkan tahinya. Lalu keluaran dari dubur itu akan diidentifikasi untuk mengetahui kondisi badan sang raja.
Inti tadabbur adalah mementingkan apa keluaran kita sesudah memahami ayat, gejala, informasi, atau apapun, terlepas apa dan bagaimana metodologi-nya. Maksudnya adalah tadabur tidak seformal tafsir, dimana seorang mufasir harus memiliki kriteria ilmiah dan kriteria keilmuan. Tadabbur boleh dilakukan oleh siapapun untuk kebaikan, untuk mendapatkan manfaat dari Quran.
Tadabbur Quran adalah jebar-jebur, adus slulup ke kedalaman ayat-ayat Allah. Seseorang yang sedang bertadabbur adalah orang yang melakukan perenungan yang menyeluruh untuk mengetahui sebuah makna dari suatu ungkapan atau pengetahuan secara mendalam.
Share:

Soleboh | Pinangan Politik

Ketika pinangan politik mulai menunjukkan diri, Saya memilih jawaban seperti yang dikatakan Kiai Sahid ketika disuruh menjadi adipati atau punggawa di Kadipaten Nurwantoro saat itu. Kondisi semrawut yang terjadi di kadipaten membuat para Ulama prihatin, namun dalam keprihatinannya mereka juga tak mampu berbuat apa-apa. Masyarakat banyak yang memandang hanya Kiai Sahid yang mampu mengatasi kesemrawutan Kadipaten.
Kiai Sahid berkata,
"Sejak Kadipaten ini melakukan format ulang, saya sudah ditawari posisi untuk jadi punggawa, tapi saya tidak mau, karena teman-teman saya yang menggulingkan Gajah Kenongo dan melakukan format ulang ternyata hanya ingin menjadi Gajah-gajah korup yang baru. Dan sekarang saya diminta untuk mengatasi Gajah-gajah itu oleh masyarakat, bagaimana saya akan melakukannya wong para Adipati dan Punggawa semuanya Gajah. Lha kalo saya di suruh menjadi Adipati oleh masyarakat saya juga tidak mau, Kecuali Allah sendiri yang memerintahkan saya untuk jadi Adipati. Rakyat itu tidak bisa menjanjikan apa-apa, menjanjikan keamanan, menjanjikan kalau saya akan jadi adipati yang jujur, tentu tidak bisa. Tapi kalau Allah sendiri yang menyuruh saya menjadi Adipati, mau tidak mau, saya akan berangkat, karena Allah yang memnjamin keselamatan saya, Allah yang akan menjaga saya untuk tidak korupsi"
Lalu pinangan politik itu juga sampai kepada saya, saya mengatakan,
"Saya tidak benci Si A, Si B atau yang lain menjadi Demang, bukan saya tidak mau mendukung anda menjadi Demang dalam pemilihan nanti, tapi soal saya nanti memilih siapa yang akan menjadi Demang, saya belum dapat jawabanya dari Allah. Ya kalau masyarakat mau dapat pemimpin yang baik, terbaik dari lima itu, ya silakan istikharah. Tunggu jawaban dari Allah."
Saya juga tidak mau gembar-gembor pilih si A, atau si C, karena belum ada jawaban dari Allah, saya harus memilih siapa.
Share:

Soleboh | Konspirasi Peledakan Mercon Naga dan Balon Hijau di Kadipaten Soleboh

Sudah lama aku tak berkunjung ke Kadipaten. Tapi sempat terdengar kabar di telingaku, ketika di Kademangan Soleboh hampir menyelesaikan pembuatan Mustika Hasta Praja, terjadi insiden peledakan Mercon Naga dan Balon Hijau. Peledakan ini berujung pada kericuhan masyarakat Kadipaten Nurwantoro.
Mayoritas masyarakat Nurwantoro menganggap suara ledakan itu adalah bentuk penistaan agama. Dan mayoritas telah tahu ini berkaitan dengan konspirasi. Konspirasi peledakan Mercon Naga dan Balon Hijau ini tentu terjadi karena ada yang menyulut Mercon dan efeknya adalah pada meletusnya Balon Hijau. Lalu masyarakat beramai ramai membuang hujatan dan tuntutan di tempat tempat sampah. Hingga tempat sampah itu meluap.
Hujatan dan cacian terjadi terhadap Mercon dan sedikit pada Balon itu. Tuntutan yang mulanya hanya ada di tempat tempat sampah kini akan segera memenuhi jalan jalan. Dan yang sering muncul dalam benak adalah Siapa pemantik Mercon ini, Apa keinginan pemantik Mercon ini. Apakah suara ledakan itu sesuai dengan keinginan si pemantik?
Kiai Sahid pernah berkata, Yang namanya pemantik Mercon selalu ingin suara yang besar atas Mercon yang meledak. Tapi bagaimanapun, pemantik Mercon tidak bisa mengatur suara ledakan Mercon maupun Balon itu. Berbeda dengan Pembuat Mercon dan Balon, ia akan memperhitungkan dengan teliti tingkat ledakan Mercon maupun Balon
Sebentar lagi Si Mercon akan segera jadi buli bulian di jalanan. Dan Si Pemantik akan tetap tidak ketahuan siapa orangnya dan akan menyusun rencana berikutnya agar produk produk Naga tetap bisa membanjiri Kadipaten.
Dan kalaupun Mercon nanti diadili sesuai tuntutan, maka Pemantik telah siap dengan rencana baru. Dan mungkin akan bermain dengan Balon yang rupa-rupa warnanya, namun dari sekian Balon, Balon Hijau akan jadi sasaran lagi.
Share: