Fitrahmu Terhalang

Setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah.
Islam itu sesuai dengan fitrah.
Jikalau tidak ada perkembangan akal dan nafsu, tanpa Quran dan Hadist pun manusia akan dalam kondisi fitrah,
Dan setiap manusia akan berfikir secara muslim,
Sayangnya tidak.
Manusia berkembang akalnya dan diiringi nafsu.
Sehingga manusia itu dalam perjalanannya menuju kedewasaan, hatinya akan mulai terhijab sehingga sulit untuk tetap dalam kondisi fitrah.
Bahkan untuk melihat kembali kefitrahan dirinya saja sulit,
Allah menunjukkan jalan kepada pencari fitrah ini dengan suatu perangkat, tool, software bernama Quran dan Hadist.
Dan bahkan Allah mengenalkan dirinya sebagai Allah.
Agar manusia dalam mencari fitrah lebih mudah dan lebih terarah.
Selamat Berbuka Puasa, Semoga Kita Dapat Kembali Kepada Fitrah Manusia.
Share:

Menjelang (Kapan) Iedul Fitri

Didalam dunia fisika terapan, fisika empiris, tentu terbiasa dengan istilah data terukur dan data terhitung.
Data terukur merupakan hasil dari pengamatan.
Data terhitung merupakan hasil perkiraan matematis untuk pengukuran yang dilakukan.
Lalu mana yang kita pakai?
Tentu kedua data kita pakai dalam Forward Modelling maupun Invers Modelling.
Tapi mana yang kita percaya sebagai data, tentu data terukur. Karena jika data terukur tepat sesuai dengan data terhitung, maka tentu ini ada yang ganjil, ada yang aneh. Karena pasti ada bagian anomali atau faktor yang belum bisa dideteksi secara pasti oleh pengamat.
Lalu kalau kita melakukan pengamatan terhadap bulan, mana yang akan kita lebih percaya, data rukyatul hilal atau data hisab?
Jika data rukyatul hilal adalah data terukur,
dan data hisab adalah data simulasi matematis.
Share:

Panakawan Dakwah

Dene kang sinebut Panakawan, Pana menika ngerti, kawan menika kekancan, Panakawan ateges ingkang mangerteni ing kekancan, setya ing kekancan, utawi ing cara ngarabipun walak.
Panakawan menika wonten kalih, Panakawan dumateng kasaean lan Panakawan dhateng kaawonan.
Ki Lurah Semar, Gareng, Petruk, lan Bagong menika Panakawan dumateng kasaean,
Togog lan Bilung menika Panakawan dhateng angkara.
Semar menika Ismar kang ateges Paku, dakwah menika minangka pakuning kasaean.
Gareng menika Naala Qariin utawi padas rencang ingkang kathah, dakwah menika laku kanti ngajak sinten kemawon supados dadi kekancan ing kasaean.
Petruk menika istilahe para Sufi, Fatruk kulla ma siwa Allahi, ateges dakwah menika ajakan ninggalaken sedaya kejawi Gusti Allah.
Bagong utawi Baghaa ateges dakwah menika nolak, berontak dateng angkara.
Dene Panakawan dhateng angkara murka menika sinebut Togog.
Togog utawi Thoghuut, menika pralambang angungkuli wates lumrah utawi dhalim.
Share:

Soleboh | Penjara Pejabat Penjara

Suatu ketika, Soleboh terlihat termenung, tampak ia tengah memikirkan sesuatu yang serius. Dengan kemampuanku membaca hati dan pikiran seseorang, aku mencoba menerjemahkan apa yang ia pikirkan.
Dalam pikirnya ia berkata, "Ah, aku teringat dengan sejarah tanah kelahiranku, Kadipaten Nurwantoro. Kadipatenku ini seolah telah melalui tiga kurun. Kurun lama dimana para ksatria berjuang untuk memerdekakan Kadipaten dari cengkeraman Raksasa Dewatacengkar. Rezim Raksasa saat itu menjadikan mereka menjadi tahanan, dipenjara, namun akhirnya mereka bisa merdeka dan orang-orang yang dipenjara ini lah yang akhirnya menjadi pejabat Kadipaten.
Kemudian masuk pada kurun baru, dimana pada kurun ini, Adipati Gajah Oling berusaha melanggengkan kekuasaannya dan bertindak agak diktator sehingga pasukan Semut Ireng tidak suka dan melakukan perlawanan. Akhirnya pasukan Semut Ireng ini menjadi penghuni penjara. hingga serombongan Semut Ireng yang lebih banyak menyerbu Istana Kadipaten, hingga sang Gajah tak kuasa menahan serangan para Semut. Semut-semut ireng penghuni penjara kini menjabat, masa-masa ini menjadi masa perubahan, masa pembentukan ulang.
Selang beberapa waktu, beberapa anggota Semut Ireng tergiur dengan cara gerak Gajah Oling, sehingga kini Semut berotak Gajah menjadi banyak. dan setiap Semut yang diketahui berotak Gajah kemudian dipenjara.
dan kini muncul generasi baru yang belum merasakan penjara tapi sudah menjabat.
Oh Nurwantoro, kadipatenku, kurun lama, dipenjara dulu baru jadi pejabat. akhir kurun baru Adipatiku dipenjara, lalu menjadi pejabat, lalu tidak sedikit yang dipenjara lagi. Pejabat kadipatenku kini tidak merasakan penjara pun jadi pejabat, lalu setelah jadi pejabat mereka banyak yang dipenjara."
Ah, tenaga dalamku habis untuk membaca pikirannya.
Share:

Rukun Pandawa

Utawi ingkang ateges Pandhawa Lima menika Rukun Islam ingkang gangsal.
Sepindah, Puntadewa menika nggadhahi gegaman Jamus Kalimasada. Kalimasada menika ateges Kalimah Syahdah.
Kapindho, Brantasena menika nggadhahi gegaman Pancanaka. Panca menika lima, dene Naka menika wekdal.
Katiga, Raden Harjuna ya Dananjaya, Dananjaya ateges seneng weweh.
Kapat, Nengkula ya Nangkula, Nengkula ateges Meneng ing ngawula kang ateges Pasa, Nangkula ateges Menanging kawula, dene ing riwayatipunkawula Islam, kamenangan-kamenangan menika kathang ingkang dipun gayuh wonten ing sasi Pasa.
Dene Kalima iku Sadewa, patrapipun tiyang ingkang sampun munggah kaji menika kedah nyadewa, boten tresna banda dunya.
Share:

Metode | Budaya | Syariah

Masyarakat Jawa begitu mengenal perubahan-perubahan cuaca hingga dapat menyusun Pranoto Mongso.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menempatkan Pranoto Mongso ini, Apakah menempatkannya sebagai Metodologi, atau sebagai Budaya.
Jika itu sebagai metodologi, maka sudah saatnya digantikan dengan meteorologi dengan berbagai metodenya. Tapi, jika itu sebagai budaya, maka perlakuannya adalah dilestarikan.
Primbon pun berasal dari sejumlah data yang diinterpretasi dengan metode statistik saat itu, dan pilihannya adalah Metodologi atau Budaya.
Ketika kita masuk dalam ranah yang lebih pada beberapa amaliah, kita mendapati seperti Sekaten, Tahlilan, Macapatan, Tadarusan, Wayangan, Kenduren, dan sebagainya. Maka ada tiga posisi dalam menempatkannya. Apakah itu Metodologi, Budaya, atau Syariah, sehingga akan muncul konsekuensi dari penempatan posisi tersebut, sebagaimana Pranoto Mongso dan Primbon.
Share:

Bahasa | Quran | Matematika | Fisika | Geofisika

Bahasa matematika adalah bahasa suci, tidak seperti bahasa fisika, apalagi bahasa geofisika. Mau disogok berapapun, matematika akan menyampaikan kebenaran. Satu ditambah satu akan selalu dua.
Al Quran itu suci, siapapun yang membaca, Quran adalah kebenaran.
Namun manusia tak ada yang suci, sehingga informasi-informasi dari yang ia baca menjadi tersamarkan.
Dalam fisika empiris, ketika hasil pengukuran sama seperti dengan teori, maka ini yang perlu dicurigai. Semestinya ada nilai ralat, ada nilai error, ada kesamaran informasi dari pengukuran yang dilakukan. Satu ditambah satu tidak mungkin sama dengan dua, bisa jadi dua koma sekian atau kurang sekian angka dibelakang koma.
Lalu bagaimana bisa kita mengaku bahwa pemahaman kita terhadap Quran adalah benar. Bagaimana kita yakin bahwa tafsir seorang Ibn Katsir adalah benar. Mesti ada bagian errornya.
Dalam geofisika, hasil pengukuran tentu akan memiliki nilai ralat, bahkan nilai ralat ini terkadang sampai dari 100%. Sehingga seorang geofisikawan itu biasa jika akan menambah atau mengurangi data asalkan ia akan mengurangi nilai ralat. Agar hasil pengukuran mendekati teori yang ada. Nilai ralat yang besar terjadi karena metode akuisisi yang kurang tepat atau ada informasi penyamar (noise).
Dalam kehidupan ini, masyarakat adalah sensor penerima informasi, dan dai adalah medium penyampaian kebenaran Quran. noise ini sering muncul melalui para dai ketika ingin menyampaikan informasi Quran dengan menyesuaikan kondisi masyarakat. Sensor pun memiliki spesifikasi, jika informasi yang disampaikan tidak pada range sensor tersebut maka akan dianggap noise juga oleh sensor. Masyarakat akan menolak informasi, meski itu adalah kebenaran jika tidak dalam range kapasitas pemahaman dan budaya masyarakat tersebut.
Share:

Opium | Mujahid | Pribumi


Kata Wallace, Orang pribumi itu akan bekerja untuk mencukupi kebutuhan saja. Mereka akan cenderung malas jika tidak ada pemicu atau pemaksa. Itulah salah satu sebab dikenalkannya Opium dan Kerja Paksa di Jawa.
Orang-orang yang sudah candu, ia akan senantiasa mengeluarkan apa yang ia miliki untuk mendapatkan dzat pecandu (Opium). Seiring waktu banyak yang mengkonsumsi candu sehingga mereka harus membayar dengan hasil tani atau bahkan calon hasil tani.
Opium lebih bekerja lagi dikalangan Keraton, termasuk Yogya saat itu. Orang-orang keraton banyak yang terpengaruh budaya barat sejak itu. Bahkan diceritakan oleh Agus Sunyoto salah satu panglima pasukan Pangeran Diponegoro pun sampai tidak mendapat kepercayaan dari Pangeran karena ia adalah pecandu. Namun ia gigih membersamai Pangeran meski yang lain (kiai Maja, Sentot, dll) telah meninggalkan Pangeran.
Ada satu kaum yang mereka dijaga Allah agar tidak terpengaruh candu dan tetap dapat berjihad. Mereka adalah kaum Santri yang dijaga Allah melalui fatwa para kiai bahwa Opium adalah Haram. Sehingga dalam sejarah, kontribusi Pesantren begitu besar dalam perjuangan Nusantara.
Share: