Soleboh | Kembali ke Kademangan

Hingga hari ke tigapuluh ditengah perliman itu, Soleboh masih bertahan bersamaku berkemah, menanti petunjuk dari Yang Mahatahu. Hingga ia menerima utusan seorang demang. Utusan itu meminta Soleboh untuk kembali terlebih dahulu ke Kademangan. Kademangan saat ini tengah terjadi huru-hara, goro-goro. Kademangan sampai saat ini sedang kehilangan Mustika Asta Praja. Mustika itu berupa tali yang tersusun atas lima warna tali dengan ukuran yang berbeda. Dan belum diketahui bagaimana akan mencari Mustika itu. Mustika itu adalah perlambang Kademangan. Mustika itu sebnarnya bisa diganti dengan Mustika yang terbuat dari tali yang baru. Tapi belum ada yang berani menyusun tali itu.
Bahkan saat ini rakyat terbagi atas dua golongan, yaitu golongan sesepuh dan taruna. Para sesepuh berharap Mustika itu agar dicari lagi, karena keberadaan Mustika bukan sebatas perlambang tapi juga karena kewingitan Mustika itu sendiri. Para taruna lebih memilih untuk membuat Perlambang yang baru dan tetap menggunakan nama Mustika yang sama. Karena perbedaan itu yang menjadikan tidak ada tindakan baik mencari maupun membuat yang baru.
Utusan itu mengatakan permintaan demang, agar Soleboh sebagai orang yang telah menjalani Laku Tapa mau ke Kademangan terlebih dahulu untuk membantu memecahkan masalah ini. Tapi Soleboh belum mau meng-iya-kan keinginan demang. Jika Tuhan memberi petunjuk ia akan mengikut petunjuk itu, atau akan tetap berkemah di situ.
Pada malam ke empatpuluh Soleboh bermimpi. Ia menjumpai sebuah buku, buku itu bertuliskan perjalanannya sejauh ini. Ia selesaikan membaca buku itu yang ternyata hanya sampai pada perjalanannya di tenda itu. Dan terdapat sebuah petunjuk pada akhir buku itu, bahwasannya remah sejarah yang ia cari ada yang belum ditemukan yang itu malah berada di kademangannya sendiri.
Soleboh terbangun, ia merenung dan menceritakan mimpinya padaku. Apalah aku, aku hanya seorang mahasiswa yang nyantrik pada Soleboh. Aku tak berani berkata apapun. Sepertinya Soleboh telah menemukan jawaban, ia akan menemukan remah sejarah, agar tahu resep masakan asli kademangannya. Ia istirahat dari perjalanannya ke barat dan utara. Ia akan menulis resep sejarah asli kademangannya terlebih dahulu.
Share:

Sembuyan | Formasi Baturetno | Pusat Islam di Wonogiri


Dalam bahasa geologi, dataran rendah ditengah kabupaten Wonogiri disebut sebagai Formasi Baturetno. Formasi Baturetno ini dalam sejarah Jawa disebut sebagai Sembuyan. Namun demikian saya belum pernah tahu dimana itu desa, atau dusun yang disebut sebagai Sembuyan. Hingga saat ini, orang-orang yang tinggal dataran rendah ini oleh orang-orang sepuh dari atas (Pa-syaikh-an) dan sekitar disebut sebagai "Wong mBuyan".
Sembuyan merupakan pusat Islam pertama di Wonogiri. Terkait waktu, Sembuyan menjadi pusat penyebaran Islam di Wonogiri sejak Masjid Demak belum dibangun. Masjid Tiban di Sembuyan didirikan para Wali pada 1401 Saka atau 1479 Masehi. Waktu itu para Wali masih mencari Kayu Jati untuk pembangunan masjid Demak.
Saat ini, formasi ini hampir di dominasi dengan daerah Waduk Gajah Mungkur. Waduk ini dibangun pada era 80an. Akibat pembangunan waduk ini, masyarakat Sembuyan kini telah tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Mereka bertransmigrasi ke berbagai daerah, dan terbanyak adalah ke Sumatera. Semoga saja, masyarakat Sembuyan masih menjadi dai-dai penyebar agama Islam di daerah baru mereka.
Share:

Aku Kangen Nyerita

Kali ini aku berstatus
Berstatus rindu
Rindu untuk menulis
Bukan menulis tugas kuliah
Bukan menulis skripsi
Tapi rindu menulis naskah film


Tapi jemari malah tersibuk
Pada menulis puisi
Dan catetan perjalanan Soleboh, sahabatku
Dan menulis tugas kuliah pun tertinggal

Tapi fikiran belum mendapat ilham
Film apa yang bagimana dan untuk apa
Lalu hati tertarik pada sebuah perkumpulan yang dulu
Ingin menghidupi kembali kelompok itu
Tapi bukan dengan film
Adalah dengan naskah teater

Tapi aku perlu mendalami naskah yang akan ku tulis

Mendalami dengan tinggal bersama inspirasi-inspirasi cerita
Disana, Bukan di Jogja
Tapi "Kapan?"

Tapi

Tapi
Tapi
Banyak aku mencari alibi
Bukan, itu bukan alibi
Tapi itu adalah kemalasan
Sedang kau tau Syaikh Zarnuji melarang bermalasan
Iya, aku paham
Kita ikuti alurnya
Kita nanti dan ciptakan waktunya masing-masing
Share:

Soleboh | Ada Waktu Untuk yang Dasar

Kami tertidur dalam satu tenda yang sama. Aku dan Soleboh, tidur tepat ditengah perlimaan itu. Entah pukul berapa, tiada jam saat itu, yang pasti adalah menjelang fajar, Soleboh bergerak-gerak dan akupun terbangun. Tapi aku tak begitu memperhatikan apa yang ia lakukan di dalam tenda. Kemudian ia keluar, dan kuperhatikan dari dalam tenda. Ia tampak menggosok muka dan tangan menggunakan tangannya. Lalu berdiri, dan diikuti gerakan membungkuk, dan mencium tanah, mungkin itu yang ia maksud ingin melakukan Setikaroh. Selepas melakukan perbuatan itu berulang, kulihat ia duduk, tanpa kata, tanpa bergerak, mungkin ia sedang merenung. Selang waktu yang lama, ia kembali kedalam tenda dan berposisi tidur lagi, tapi aku yakin ia tak tertidur lagi.
Selang beberapa waktu, ia menggoyang pahaku dan berkata, "Ayo Subuh."
"Subuh."
"Apa kau belum tahu ini kewajiban muslim."
"Oh."
Aku pun mengikutinya. Ia melakukan gerakan seperti yang ia lakukan selepas bangun tadi, tapi kali ini hanya diulangi sekali.
Lalu ia duduk. Selang beberapa waktu ia berkata, "Alkandulilah, Aku belum selesai mencari remah-remah sejarah kadipaten ini."
"Kok begitu?"
"Aku malu jika aku mampu menyelesaikan tugas ini, tapi ilmu dasar agama ini aku belum pelajari. Masih banyak kitab yang belum ku baca, padahal itu adalah kitab-kitab dasar."
"Ah kamu menyindir aku," kataku, "Aku lebih malu lagi, Aku sudah skripsian, aku sudah sidang, dan aku belum begitu mempelajari kitab-kitab yang mungkin kamu maksud. Tapi bukannya perjalananmu mencari remah-remah ini juga bagian dari belajar Agama? dan perjalananku di bangku kuliah juga bagian dari mempelajari Agama, Al Haq?"
"Benar, tapi jika aku bersyukur belum selesai mencari remah-remah ini. Jikapun aku memperoleh ilmu agama dari perjalanan ini, aku masih takut akan menuju jalan yang salah, karena kitab-kitab dasar saja belum aku selesaikan."
"Mungkin maksudmu, aku juga harus lebih bersyukur karena belum wisuda? bukankah itu aneh?"
"Terserah kata hatimu, mau kau anggap aneh atau bersyukur, karena ada waktu bagimu sebelum wisuda untuk mempelajari kitab-kitab dasar. Tapi aku bersyukur pada kondisiku"
Share:

Soleboh | Di Perlimaan

Perjalanan Soleboh sampai pada sebuah perlimaan di dalam hutan. Entah hutan apa itu, Soleboh pun belum tahu. Yang jelas itu adalah Alas Gung Liwang-Liwung, tiada berpenghuni. Rerumputan di jalan itu cukup tinggi, menandakan bahwa jalan tersebut sudah tidak pernah dilalui sesiapa lagi.
Didepan Soleboh disuguhkan empat jalan pilihan, menuju ke barat, menuju ke barat-utara, menuju ke utara-barat, dan menuju ke utara. Belum ada petunjuk sebelumnya bahwa ia akan bertemu dengan perlimaan ini. Kumpulan remah-remah sejarah yang ia dapatkan pun belum menunjukkan manakah jalan yang harus dipilih. Atau karena belum ada petunjuk, ia akan memilih keempat jalan tersebut. Ia akan mencoba melewatinya satu persatu, ini memang akan memakan waktu, tapi siapa tahu pada setiap jalan ia akan menemui ceceran remah-remah sejarah.
Kebingungan kini melandanya. Apalagi melihat bintang, matahari pun susah di hutan ini. Begitu lebat, terlalu lebat malah. Apalagi GPS, Pedoman saja ia tak punya. Mungkin ia akan berhenti di sini malam ini. Untuk mengamalkan Setikaroh yang diajarkan Sek Ngabdullah.
* Pe-Dom-an adalah kompas yang terbuat dari Dom (Jarum) yang digunakan pada masa Majapahit atau Singhasari.
Share:

Aku Menggonggong Aku Bukan Anjing

Bahkan aku masih menunggu moment itu,
Meski aku tak mengharapkan moment itu,
Tapi sepertinya moment itu akan terjadi,
Sehingga aku disini menunggu.
Adalah moment ketika aku menjadi Anjing
Adalah moment ketika aku akan menggonggong
Yang namanya menggonggong adalah berulah
Mengganggu ketentraman telinga pengganggu
Atau malah menghentikan langkah pengganggu
Atau justru pengganggu akan berbalik arah
Atau pengganggu akan mencari jalan yang lebih benar
Namun demikian aku tak mau menjadi Anjing penjilat
Cukup hidungku yang tajam dan pendengaranku yang lebih
Menjadi Anjing selokan saja sudah cukup
Tak memakan sesama
Tak memberi makan atasan
Yang hanya untuk mendapat makanan yang lebih nikmat
Namun
Aku masihlah aku
Aku belum menjadi Anjing
dan Sekali lagi aku tak berharap menjadi Anjing
Kecuali ia akan terjadi.
Share:

Soleboh | Pekerjaan Mengabdi

Ki Sahid memulai pengajian dengan bercerita,
" Nurwantoro itu tidak akan ada jika tidak ada Lila Palilah Gusti Kang Murbeng Dumadi dan tidak akan ada jika tidak ada Bangsa Jawa. Maka dirimu sebagai orang Jawa semestinya memakai Patrap orang Jawa. Mengenai pekerjaan dan pengabdian. Kita juga harus menilik bagaimana Para Wali yang juga Mursyid di berbagai Tariqah. Pekerjaan dan pengabdian itu akan menyangkut tentang Kastamu. Kasta itu ada 7 bagi orang Jawa. Yang pertama Brahmana atau Ngulama, yaitu kastanya para Kiai, Ilmuwan, Sarjana, Syaikh, Ustadz dan mereka yang terpelajar. Dibawah Ngulama ada Umara atau Ksatria, yaitu mereka yang ikhlas dijalan pembelaan negara. Dibawahnya ada para Waisya yaitu para petani, nelayan, pedagang. Kemudian Sudra dan MahaSudra, Sudra yaitu orang yang bekerja dengan orientasi Uang, Sedang MahaSudra lebih rendah kastanya dari Sudra karena mereka suka menumpuk harta. dan tiga terbawah berurutan adalah Candala, Mlica dan Tuca. Kamu tahu Pandhita Drona tidak Boh?... Boh?"
Soleboh tersentak bangun, tidak bisa menahan rasa ngantuknya dalam mendengar ceramah gurunya itu. Sikunya digerakkan dan lengannya memoles ujung bibirnya ke ujung yang lain. Lalu jemarinya mengucek matanya.
"Bagaimana Ki?"
"Kamu tidur Boh?
"Tidak Ki, Wudhu saya belum batal. Tadi Ki Sahid matur apa?"
"Kamu tahu Pandhita Drona?"
"Tahu Ki, dia Pandhita Licik yang mengabdi dengan ilmunya kepada Raja Astina."
"Durna itu sebenarnya Pandhita yang Gung Binathara, dihormati dan disegani dalam kisah Aslinya dalam Mahabarata. Tapi dalam pandangan Sufi, Pandhita itu tidak pantas mengabdi pada kasta bawahnya. Sehingga Kanjeng Sunan Kali merubahnya dengan gambaran Negatif tadi. Mengabdikan ilmu itu ada tempatnya. Kalau mau mengabdi, Mengabdilah pada Tuhanmu dan pada Negaramu, jangan kepada Rajamu, Adipatimu."
"Lha terus bagaimana saya mencukupi kebutuhan hidup dan keluarga Ki kalau di suruh mengabdi?"
"Belajarlah Berdagang, Berternak, Nabi-nabimu pernah melakukan itu, tapi kamu juga punya pilihan lain, Bertani. Karena Jawa itu pulau Kesuburan Pulau Jawawut."
Share:

Soleboh | Hanya 40 Tahun

Ki Jendu berkata, "Kadipaten Nurwantoro itu pernah dijajah selama 350 tahun plus 3.5 tahun. Inilah yang menjadikan masyarakat kita menjadi masyarakat yang bermental budak."
"Lha kamu itu juga budak Ndu?" Soleboh menyahut.
"Oh tidak, aku adalah anomali kadipaten ini, aku adalah aku, aku adalah individu yang lepas dari sejarah kadipaten ini. Oleh karenanya aku bukan budak."
"Oh begitu, jadi kamu bukan orang Jawa yang njawani, yang kalo orang bilang, kamu itu jadi arab kalo bicara agama, lalu kamu jadi barat kalo bicara teknologi. itukah kamu orangnya?"
"Sekali lagi kukatakan Boh, aku adalah aku, bukan barat, bukan arab, bukan Jawa."
"Oh kamu ingin kacamata baru."
"Maksud kamu gimana to Boh?"
"Ya kamu ini seolah tidak mau mengaku pakai kacamata A, tidak kacamata B, tidak bermadzhab A tidak B, sehingga muncul kacamata baru milikmu. kacamata sudut pandang Kang. Sayangnya kacamata milikmu ini akan rentan terbawa angin kabar."
"maksudmu aku plin-plan"
"bukan begitu, mbok melu pendapat pendahulu yang mapan saja, mbok melu pendapat salaf wae, kacamata yang sudah ada itu sudah teruji Kang."
Lalu Soleboh kembali pada Sedjarah Pendjadjahan.
"Kang, sebagai orang Nurwantoro aku tidak terima kau bilang kadipatenku dijajah sebegitu lama. Apalagi penjajahan, yang bukan penjajahan saja sulit untuk diterima di kadipatenku og Kang. Islam itu datang sejak zaman Ngusman Bin Ngapan Abad 7 masehi, Islam datang ke Nurwantoro tidak dengan menjajah. Delapan ratus tahun Kang, masyarakat Nurwantoro belum masuk Islam. Aku ini sudah seribu tahun hidup dalam perubahan sejarah itu, jadi jangan ngeyeli Kang, Baru di Abad 15 Islam bisa diterima, dan dalam waktu 50 tahun, Sebagian besar Nurwantoro sudah menjadi masyarakat Islam. Lha apalagi penjajahan, para penjajah itu sebenarnya kesulitan mau menjajah kita, sehingga waktu mereka habis untuk berusaha menjajah. Mereka itu berusaha menjajah kita selama 310 tahun, dari usaha mereka selama itu, kita hanya terjajah 40 tahun lalu merdeka lagi dengan Adipati Kita saat itu. Banggalah kamu Kang dengan Kadipatenmu, pakailah adat yang sudah lama dibangun dengan syariat ini Kang. tidak usah dengan Kacamata Baru."
Share:

Soleboh | Mengabdikan Ilmu

Soleboh menyanyi "Engkau Sarjana muda / Resah mencari kerja / Mengandalkan ijazahmuuu "
"Sebentar boh, kok tumben kamu nyanyi begitu, kaya dijamanmu ada kuliah aja. kaya kamu anak kuliahan aja." Sela Bung Pono
"Lagune kepenak je Bung"
"Ha terus?"
"Yo ga pie-pie. Tapi aku bingung je Bung, anak-anak sekarang itu nyari ijasah itu kebanyakan buat dua tujuan, pertama pekerjaan dan kedua ijab sah."
"Lha kok bingung ta Boh, kamu masih inget pesen Gurumu, Ki Sahid, to?"
"Masih lah Bung, beliau berpesan 'Carilah ilmu agar kamu bisa mengabdi, dan sebaik pengabdian adalah pengabdian kepada Allah, maka ilmu agar kamu bisa mengabdi kepada Allah adalah ilmu fiqih. Sedangkan ilmu pengetahuan yang lain juga menuntut untuk digunakan untuk mengabdi, bukan untuk bekerja. Karena lama waktu telah kamu pertaruhakan, menjalani Tapa Brata, Tapa Laku, dan Tapa Ngrame sehingga kamu mendapati ilmumu sekarang. Jika perjuanganmu untuk ilmu kamu gadaikan kepada sebuah tujuan pekerjaan, tujuan dunia, tujuan uang, tujuan jabatan, itu seperti kamu merendahkan martabat ilmu, dan kamu merendahkan perjuanganmu sendiri. kamu harus berpikir panjang akan kau gunakan untuk apa ilmumu. Gunakanlah untuk mengabdi pada bangsa dan negara untuk mendapat Ridla Palilahe Gusti Kang Murbeng Dumadi.'."
Share:

Maafkan Aku Fitri

Fitri,
Apa engkau hanya ingin bertemu denganku sekali saja tahun ini.
Fitri,
Aku tak tahu apa kau bahagia bertemu denganku,
Fitri,
Apa memang kau ingin bertemu denganku,
Fitri,
Aku tidak berharap akan kehadiranmu,
Fitri,
Maaf mengabaikanmu, karena aku lebih rindu pada diriNya.
Fitri,
Maaf karena rasa cinta ini berlabuh padaNya.
Fitri,
Maaf, maafkan lahir dan batin,
Fitri,
Maaf, aku ingin kembali padaNya, Yang Mahasayang dan Yang Mahakasih serta Yang Mahacinta.

Suhari
1 Syawal 1437
Share:

Ramadan | Sekolah Kehidupan

Ramadhan sebagai madrasah,
Bukan sebagai kegembiraan apabila aku lulus darinya,
Melainkan adalah kekhawatiran yang bertumpuk dalam jiwa,
Kerana madrasah akan tetap madrasah,
Karena sekolah akan tetap menjadi sekolah,
Ia hanyalah tempat belajar,
Sedangkan kehidupan adalah kenyataan,
Bukan lagi tempat belajar,
Melainkan aplikasi dari apa yang telah dipelajari.
Ya, tentu ini akan lebih berat,
Melakukan apa yang telah kupelajari,
Kehidupan bukan lagi sebatas Fiqih Benar dan Salah,
Kehidupan akan menjadi seni antara keindahan dan kemesraan,
Kehidupan juga antara baik dan buruk,
Meninggalkan sekolah dengan predikat baik maupun buruk,
Akan sama saja muaranya adalah menuju kehidupan,
Dimana kita harus bertahan dalam kebaikan, kebenaran, keindahan dan kemesraan.
Kelulusan bukan menjadi batas puncak keistimewaan,
Tapi merupakan pintu menuju puncak pengetahuan,
Pintu menuju pribadi yang terbuka pada masalah baru,
Pintu yang terbuka dan mampu menyaring pilihan,
Pintu yang mampu memilih baik buruk, benar salah dan kemesraan.
Inilah Pintu,
Perbatasan antara ruang kelasmu dan lingkunganmu,
Keluarlah melalui pintu dan sambutlah Kehidupan.
Selamat datang Kehidupan,
Selamat jalan Sekolah,
Sampai kita bersua di tahun depan,
Karena aku akan mencari bahan belajar dalam Kehidupan.

Suhari
1Syawal 1437
Share:

Soleboh | Kuncinya di Cina

"Boh, Cina itu belum pernah menjajah Kadipaten Nurwantoro lho." Tukas Bung Pono pada Soleboh, "Jadi mengapa kamu benci kepada Cina Boh?"
"Iya Bung, aku tahu, tapi, itu lho, orang-orang Cina dan antek-anteknya itu mau mengkomuniskan Nurwantoro."
"Boh, kamu itu wong cilik ongklak-angklik, lungguhe mung nang dingklik, kamu itu tahu apa? apa kamu punya bukti?"
"Yo ora sih, tapi...",
"lha kamu itu pie to.Jangan benci-benci lagi" Tukasnya lagi. "Kamu sudah sampe mana mencari remah-remah ceceran sejarah Kadipatenmu."
"Masih belum nemu titik terang Bung."
"Mestinya kamu belajar ke Cina, karena mereka yang masih mau ikut menyimpan ceceran sejarahmu. Kamu harus berterimakasih ke mereka Boh, belajarlah bahasa Cina, itu akan membantumu menemukan resep asli, bukan resep kentut sejarah.
"Lha, nanti sama orang-orang itu, aku malah dibilang antek Cina bung?"
"Lha kunci resep sejarah Kadipatenmu disana, bahkan sebelum Islam masuk ke Kadipatenmu, Bahkan sekitar kelahiran Yesus, Cina sudah mencatat sejarah mbah-mbahmu yang misuwur itu. Sekarang terserah kamu, mau mendapatkan resep dari ceceran bekas para mubadzirin, atau dari Saudaramu di Utara sana."

Suhari
29 Ramadan 1437
Share:

Soleboh | Ceceran Sejarah

Kadipaten Nurwantoro sejatinya dulu pernah misuwur, masyhur, terkenal. Namun semenjak terjadi penjajahan, penyerangan tidak hanya dilakukan secara fisik. Para penjajah itu juga memakan sejarah-sejarah Kadipaten Nurwantoro. Setelah mereka makan sejarah, kemudian mereka buang angin yang kemudian oleh anak cucu prajurit kadipaten dikira adalah sejarah yang mereka punya.
Seiring berjalannya waktu, ternyata penjajah-penjajah itu adalah sahabat-sahabat setan, sehingga ketika mereka memakan sejarah-sejarah itu tidak sampai habis. maklumlah, mereka kaum mubadzirin. sisa-sisa sejarah itu sayangnya tidak tercecer di Kadipaten Nurwantoro karena penjajah itu makan sambil berlari.
ceceran-ceceran itu tersisa menyebar.
Setelah mengetahui beberapa titik keberadaan ceceran sejarah ini dari Raden Said, Soleboh kemudian melakukan perjalanan lagi melanjutkan Tapa Ngrame. Usaha demi usaha dilakukan oleh Soleboh untuk kembali mendapatkan ceceran sejarah yang akan direkonstruksi menjadi makanan sejarah dengan resep asli ala Kadipaten Nurwantoro, bukan resep dengan bahan utama kentut penjajah.
Share: